Perkara Yang Telah Pun berlaku Di Malaysia
Berdua-duaan
Fenomena Mencengangkan! Berdua-duaan bersama perempuan bukan mahramnya adalah salah di sisi agama kerana boleh mendatangkan fitnah
Fenomena
seks bebas di kalangan remaja saat ini sangat mengkhawatirkan. Gambaran
maraknya budaya permisifisme dan hedonisme ini dapat kita lihat dari hasil
penelitian Synovate di empat kota; Jakarta, Bandung, Medan dan Surabaya
(lihat Republika, edisi 11 Maret 2006).
Dari
450 responden putra-putri usia 15-24 tahun kita menemukan kenyataan yang sangat
mencengangkan. Robby Susatyo—Manager Director Synovate—mengemukakan data
berikut ini:
- Sekitar 16 % remaja di empat kota itu mengaku sudah berhubungan intim saat berusia antara 13-15 tahun.
- 44 % responden lainnya mengaku mulai ‘mencicipi’ seks sejak usia 16-18 tahun. Sampai disini kita dapat menghitung bahwa 50 % responden mengaku telah berhubungan seks saat mereka belum lagi lepas akil baligh.
- Sekitar 35 % responden mengaku mengenal seks pertama kali dari film porno. Sisanya mengaku mengetahui seks dari pengalaman sesama teman.
- 40 % responden mengaku pertama kali melakukan hubungan seks di rumah mereka; 26 % mengaku senang melakukannya di tempat kos; 26 % lainnya senang melakukannya di kamar hotel.
Sangat
memprihatinkan. Inilah yang terjadi pada sebagian remaja. Kita tidak tahu
persis fakta sesungguhnya; mungkin jumlahnya lebih sedikit, mungkin juga lebih
besar.
Pertanyaannya
adalah, apa yang mesti kita lakukan? Menurut saya, tidak ada pilihan lain,
kecuali dengan berusaha menegakkan dan menjungjung tinggi akhlak Islam. Dan
untuk itu setiap kita hendaknya merasa bertanggung jawab untuk mewujudkannya.
Rambu-rambu
Islam tentang pergaulan
Islam
adalah agama yang syamil (menyeluruh) dan mutakamil (sempurna).
Agama mulia ini diturunkan dari Allah Sang Maha Pencipta, Yang Maha Mengetahui
tentang seluk beluk ciptaan-Nya. Dia turunkan ketetapan syariat agar manusia
hidup tenteram dan teratur.
Diantara aturan yang ditetapkan Allah SWT bagi
manusia adalah aturan mengenai tata cara pergaulan antara pria dan wanita.
Berikut rambu-rambu yang harus diperhatikan oleh setiap muslim agar mereka
terhindar dari perbuatan zina yang tercela:
Pertama,
hendaknya setiap muslim menjaga pandangan
matanya dari melihat lawan jenis secara berlebihan. Dengan kata lain hendaknya
dihindarkan berpandangan mata secara bebas. Perhatikanlah firman Allah berikut
ini, “Katakanlah kepada laki-laki
yang beriman; hendaklah mereka menahan pandangannya dan menjaga kemaluannya;
yang demikian itu adalah lebih baik bagi mereka…katakanlah kepada wanita-wanita
yang beriman; hendaklah mereka menahan pandangannya dan menjaga kemaluannya…”
(QS. 24: 30-31).
Awal
dorongan syahwat adalah dengan melihat. Maka jagalah kedua biji mata ini agar
terhindar dari tipu daya syaithan. Tentang hal ini Rasulullah bersabda, “Wahai Ali, janganlah engkau iringkan satu
pandangan (kepada wanita yang bukan mahram) dengan pandangan lain, karena
pandangan yang pertama itu (halal) bagimu, tetapi tidak yang kedua!” (HR. Abu
Daud).
Kedua, hendaknya setiap
muslim menjaga auratnya masing-masing dengan cara berbusana islami agar terhindar
dari fitnah. Secara khusus bagi wanita Allah SWT berfirman, “…dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang
biasa nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke
dadanya…” (QS. 24: 31).
Dalam ayat lain Allah
SWT berfirman, “Hai Nabi, katakanlah
kepada istri-istrimu dan anak-anak perempuanmu dan juga kepada istri-istri
orang mu’min: ‘Hendaklah mereka mengulurkan jilbab mereka ke seluruh tubuh
mereka.’ Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, sehingga tidak
diganggu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang.” (QS. 33: 59)
Dalam
hal menjaga aurat, Nabi pun menegaskan sebuah tata krama yang harus
diperhatikan, beliau bersabda: “Tidak
dibolehkan laki-laki melihat aurat (kemaluan) laki-laki lain, begitu juga
perempuan tidak boleh melihat kemaluan perempuan lain. Dan tidak boleh
laki-laki berkumul dengan laki-laki lain dalam satu kain, begitu juga seorang
perempuan tidak boleh berkemul dengan sesama perempuan dalam satu kain.” (HR.
Muslim)
Ketiga, tidak berbuat sesuatu
yang dapat mendekatkan diri pada perbuatan zina (QS. 17: 32) misalnya
berkhalwat (berdua-duaan) dengan lawan jenis yang bukan mahram. Nabi
bersabda, “Barangsiapa beriman kepada
Allah dan hari akhir, maka janganlah berkhalwat dengan seorang wanita (tanpa
disertai mahramnya) karena sesungguhnya yang ketiganya adalah syaitan (HR.
Ahmad).
ORANG YANG BOLEH DI SENTUH DAN HARAM DIKAHWINI PEREMPUAN:
ORANG YANG BOLEH DI SENTUH DAN HARAM DIKAHWINI PEREMPUAN:
Keempat, menjauhi pembicaraan
atau cara berbicara yang bisa ‘membangkitkan selera’. Arahan mengenai hal ini
kita temukan dalam firman Allah, “Hai
para istri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti perempuan lain jika kamu
bertaqwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara hingga berkeinginan orang
yang ada penyakit dalam hatinya. Dan ucapkanlah perkataan yang ma’ruf.” (QS.
33: 31)
Berkaitan
dengan suara perempuan Ibnu Katsir menyatakan, “Perempuan dilarang berbicara dengan laki-laki asing (non mahram)
dengan ucapan lunak(lembut) sebagaimana dia berbicara dengan suaminya.” (Tafsir
Ibnu Katsir, jilid 3)
Kelima, hindarilah
bersentuhan kulit dengan lawan jenis, termasuk berjabatan tangan sebagaimana
dicontohkan Nabi saw, “Sesungguhnya aku
tidak berjabatan tangan dengan wanita.” (HR. Malik, Tirmizi dan Nasa’i).
Dalam
keterangan lain disebutkan, “Tak
pernah tangan Rasulullah menyentuh wanita yang tidak halal baginya.” (HR. Bukhari
dan Muslim).
Hal
ini dilakukan Nabi tentu saja untuk memberikan teladan kepada umatnya agar
melakukan tindakan preventif sebagai upaya penjagaan hati dari bisikan
syaithan. Wallahu a’lam.
Selain
dua hadits di atas ada pernyataan Nabi yang demikian tegas dalam hal ini,
bekiau bersabda: “Seseorang dari kamu
lebih baik ditikam kepalanya dengan jarum dari besi daripada menyentuh
seorang wanita yang tidak halal baginya.” (HR. Thabrani).
Keenam, hendaknya tidak
melakukan ikhtilat, yakni berbaur antara pria dengan wanita dalam satu
tempat. Hal ini diungkapkan Abu Asied, “Rasulullah
saw pernah keluar dari masjid dan pada saat itu bercampur baur laki-laki dan
wanita di jalan, maka beliau berkata: “Mundurlah kalian (kaum wanita), bukan
untuk kalian bagian tengah jalan; bagian kalian adalah pinggir jalan (HR. Abu
Dawud).
Selain
itu Ibnu Umar berkata, “Rasulullah
melarang laki-laki berjalan diantara dua wanita.” (HR. Abu Daud).
Dari
uraian di atas jelaslah bagi kita bahwa pria dan wanita memang harus menjaga
batasan dalam pergaulan. Dengan begitu akan terhindarlah hal-hal yang tidak
diharapkan.
Tapi
nampaknya rambu-rambu pergaulan ini belum sepenuhnya difahami oleh sebagian
orang. Karena itu menjadi tanggung jawab kita menasehati mereka dengan baik.
Tentu saja ini harus kita awali dari diri kita masing-masing.
Semoga
Allah senantiasa membimbing kita dan menjauhkannya dari perbuatan tercela dan
perbuatan yang tidak terpuji. Amin.
Ulasan
Catat Ulasan